Friday, July 21, 2017

Inseminasi Buatan Pertama

Tiga bulan sudah saya rutin mengonsumsi metformin setiap hari. Siklus menstruasi saya mulai lebih teratur, walau tidak seteratur seharusnya, paling tidak tiap bulan saya pasti menstruasi. Di antara usaha kami, tak lupa kami panjatkan syukur dan permohonan kepada Tuhan. Yah, segala usaha kita, tanpa berkat Tuhan, semuanya tidak akan terlaksana.

Sampai ketika saya menstruasi kembali, dokter menawarkan untuk mencoba inseminasi buatan. Inseminasi ini maksimal dilakukan tiga kali berturut-turut. Jadi saya bisa memiliki kesempatan hingga 3x jika percobaan pertama dan kedua gagal. Prosesnya hampir sama, hanya bedanya nanti ketika deteksi ovulasi, saya akan disuntik di bagian perut dengan obat yang berfungsi memecah telur. Dan hari berikutnya dilakukan inseminasi. Kami setuju untuk mencoba.

Ketika perkiraan masa subur saya, dokter mendeteksi apakah terjadi ovulasi. Waktu itu terdapat beberapa telur yang mulai membesar, diharapkan telur tersebut bisa matang dan besarnya memenuhi syarat untuk dibuahi. Dan perut bagian bawah saya disuntik. Untuk sekali suntik, kami harus mengeluarkan biaya yang lumayan. Dan dokter meminta esoknya, tepat 24 jam setelah disuntik, kami kembali menemuinya untuk melakuka inseminasi.

Hari berikutnya, kami menemui dokter dan suami langsung diminta untuk mengeluarkan sperma supaya bisa dipersiapkan. Setelah itu kami menunggu sperma suami saya diproses. Karena baru pertama kali mengikuti proses inseminasi buatan, kami tidak tahu jika prose situ lumayan lama. Kami menunggu di ruang tunggu malam itu sangat lama, sampai-sampai kami kelaparan. Namun, kami tidak berani beranjak, siapa tahu sebentar lagi dipanggil. Dan sekitar 2,5 jam kami menunggu, akhirnya kami dipanggil masuk ke ruang dokter. Saya diminta untuk berbaring dan dokter memasukkan sperma suami saya ke rahim lewat vagina. Prosesnya tidak sakit dan tidak lama. Setelah itu, saya diminta untuk berbaring dulu selama sekitar 15 menit.

Dan setelah itu, saya diperbolehkan pulang. Sudah larut malam dan kami kelaparan. Ketika kami menuju parkiran, kami melihat ban motor yang kami tumpangi gembos. Sudah tidak ada tukang tambal ban di sekitar situ malam-malam. Akhirnya saya pun menelepon adik sepupu saya yang rumahnya lumayan dekat dengan tempat praktik dokter. Kami harus mencari tukang tambal ban di tempat yang lumayan jauh. Karena saya baru saja menjalani inseminasi, suami meminta saya membonceng adik sepupu saya, sedangkan dia menuntun motor. Yah, ini namanya perjuangan beneran. Akhirnya, setelah sekitar 2 km, kami menemukan tambal ban yang masih buka. Kami pun langsung mengantrekan ban motor untuk ditambal.


Seru sekali malam itu, dan tentunya tidak akan kami lupakan.

bersambung...

No comments:

Post a Comment

Fleks Cokelat

Kehamilan saya sudah masuk minggu ke-24 dan sendi kaki kiri masih sakit. Saya setiap pagi selalu meluangkan waktu sekitar setengah jam untu...