Sekitar hampir sebulan setelah inseminasi buatan yang
pertama, saya merasakan adanya tanda-tanda akan menstruasi. Dan seminggu
kemudian, saya beneran menstruasi. Yah, gagal maning… gagal maning. Kami pun
kembali menemui dokter.
Waktu di tempat praktik, kami disapa oleh para asisten
dokter, dan disangka saya sudah hamil setelah inseminasi sebelumnya. Saya jawab
dengan lesu jika saya justru menstruasi. Gagal. Kami pun harus mengulang proses
dari nol. Prosesnya sama persis, hanya saja kali ini ketika deteksi ovulasi,
dinding rahim saya tidak menebal. Maka dokter memberi resep tambahan untuk
membantu penebalan dinding rahim. Setelah
beberapa hari mengonsumsi obat tambahan tersebut, kami siap melakukan
inseminasi buatan yang kedua.
Karena sudah pengalaman dengan inseminasi yang pertama,
ketika kami sampai di tempat praktik dokter dan suami sudah diminta untuk
mengeluarkan sperma, kami langsung pamit untuk membeli makan malam. Dan ketika
kami kembali dari makan malam, prosesnya ternyata belum juga rampung. Lalu,
proses yang kami lalui malam itu sama persis dengan proses pada bulan
sebelumnya, hanya saja malam itu kami tidak perlu mengalami ban bocor.
Namun, sayang sungguh sayang…. Bulan berikutnya saya
mengalami menstruasi lagi. Gagal untuk ke sekian kali. Dan karena kami mulai
kelelahan secara fisik, mental, jiwa, dan juga financial, kami untuk ke sekian
kalinya juga menyerah dan memilih istirahat sejenak lagi. Namun, kami berdua
tetap melanjutkan obat-obat rutin yang diberikan dokter, jika kami kehabisan,
kami akan membelinya lagi di apotek. Toh tak ada salahnya karena dokter juga
bilang kalau kami harus meminumnya sampai saya berhasil hamil.
bersambung...
No comments:
Post a Comment