Sudah beberapa bulan kami
berkonsultasi dengan dokter kandungan wanita tersebut. Belum ada tanda-tanda
bahwa saya akan hamil. Obat penyubur dan pemacu terus saya konsumsi. Hingga
pada suatu bulan, saya merasa bahwa saya akan menstruasi. Sakit sekali perut
bagian bawah. Perut saya terlihat lebih gembung di bagian bawah. Ya, memang
saat itu akhirnya darah menstruasi keluar. Sore harinya, sepulang dari kantor,
saya mandi. Ketika di kamar mandi itulah, keluar gumpalan sebesar empat jari
tangan. Saya berteriak memanggil suami saya. Suami saya langsung mengambil HP
dan memotret gumpalan tersebut.
Malamnya kami menemui dokter
tersebut untuk konsultasi rutin sekaligus menanyakan tentang gumpalan yang
keluar sore itu. Kami sampai di klinik dokter pukul 18.30 (karena memang klinik
itu mulai buka pukul 18.30). Kami sudah mendaftar sebelumnya. Kami mulai antre,
dan satu hal yang tidak saya sukai di klinik itu adalah sistem antrean yang
tidak jelas. Pasien yang dipanggil tidak sesuai dengan nomor antrean yang sudah
diperoleh. Kami pun menunggu. Dan, pada pukul 22.30 barulah kami dipanggil
masuk ke ruang periksa.
Kami menceritakan apa yang saya
alami ke dokter tersebut. Dan ketika kami menunjukkan gambar gumpalan di HP
suami, sang dokter hanya bergumam, “Oh, ya mungkin itu udah jadi, tapi gugur.”
Dia mengatakan itu dengan tampang flat tanpa ekspresi dan tidak memperhatikan
perasaan saya yang saat itu mendengarnya. Remuklah hati dan semangat saya malam
itu. Setelah mendapat obat dari dokter, kami pulang. Dalam perjalanan pulang,
saya tak henti-hentinya menangis. Hingga sampai rumah dan pergi tidur, saya
masih saja terisak. Saya merasa sangat bersalah dan bodoh. Berbagai pertanyaan
ada di benak saya. Bagaimana kalau memang saat itu saya hamil? Bagaimana dengan
gumpalan tadi, seandainya itu janin, karena sore itu sudah saya buang ke WC?
Apakah rahim saya perlu dibersihkan dari sisa-sisa janin? Begitu seterusnya
sambil terisak hingga saya lelah dan tertidur.
bersambung ....
No comments:
Post a Comment