Kami memulai bahtera rumah tangga
kami pada 2008. Semua terasa begitu indah. Banyak angan, cita-cita, impian yang
ingin kami raih dan wujudkan berdua. Punya rumah sendiri, melahirkan anak,
punya kendaraan sendiri yang dapat mengakomodasi kesibukan kami, dan
sebagainya. Yah, layaknya pasangan muda yang baru menikah lainnya. Awal-awal
menikah, kami masih menata diri dan tempat tinggal kami. Kami pun masih harus
saling mengenal pribadi yang kami nikahi, karena saat menikah, kita bisa
mengenal pasangan kita dengan lebih baik.
Sebelum menikah, kami sudah
mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan yang diadakan oleh gereja. Dalam kursus
itu, kami diberi semacam teori tentang bagaimana mengelola suatu perkawinan
yang baik menurut gereja. Salah satu dari materi kursus tersebut adalah tentang
reproduksi. Kami diajari bagaimana menghitung masa subur dan sebagainya. Ya, di
bulan-bulan awal, kami sangat ingin mempraktikkan teori tersebut. Mulai dari
mengecek lendir, membeli alat pendeteksi kesuburan, berhubungan seks pada waktu
kami merasa berada pada masa subur, mengecek kehamilan ketika kami merasa satu
bulan terlewati dan saya juga melewatkan menstruasi saya. Kami terkadang
mengalami kesulitan untuk melakukan semua hal itu karena saya sejak awal
menstruasi sudah mengalami menstruasi yang tidak ajeg alias tidak teratur. Akan
tetapi, kami tetap berusaha menerapkan ilmu yang kami dapat dari kursus itu
ditambah ilmu lain yang kami dapatkan dari hasil browsing di internet.
Delapan bulan kemudian, belum ada
tanda-tanda bahwa akan hadir anak di tengah keluarga kami. Saya mulai gelisah.
Lalu, saya mengajak suami untuk mencoba untuk berkonsultasi ke dokter
kandungan. Karena saya belum pernah periksa ke dokter kandungan, saya memilih
dokter wanita untuk memeriksa saya. Suami untung saja setuju dengan ide saya
tersebut. Kami berdua mulai mencari tahu kira-kira dokter siapa yang akan kami
temui. Akhirnya, kami memutuskan untuk menemui dokter di salah satu rumah sakit
swasta terbesar di kota kami. Pertemuan pertama dilakukan dan saya langsung
ditangani. Pertama, saya diminta untuk minum minimal 5 gelas air putih sebelum
diperiksa, gunanya adalah supaya ketika dilakukan USG, uterus saya dapat
terlihat jelas. Baiklah, mari kita minum, toh air putih itu menyehatkan. Saya
lalu diperiksa dan diminta untuk datang sewaktu saya menstruasi sebelum hari
ketiga. Saya diberi obat untuk membuat saya menstruasi, karena pada saat itu
saya melewatkan menstruasi saya.
Pada saat saya menstruasi, kami
kembali menemui dokter tersebut. Saya di-USG lagi. Namun, kali ini kami tidak
menemui dokter di rumah sakit, tetapi di klinik miliknya. Klinik miliknya itu
sangat ramai, banyak orang yang mengantre untuk diperiksa. Baiklah, kami ikut
mendaftar dan mengantre. Saya sudah diminta untuk minum air putih seperti saat
periksa pertama. Ketika pada akhirnya kami dipanggil untuk masuk dan diperiksa,
saya langsung di-USG kembali. Entah bagaimana hasilnya karena dokter juga tidak
menjelaskan apa-apa. Kami lalu diberi resep obat penyubur dan dokter juga
menghitungkan perkiraan masa subur. Selain itu, dokter memberi perkiraan jadwal
kami untuk berhubungan seks. Wah, bisa dibayangkan bagaimana hubungan seks
terjadwal itu? Hehehe…. Namun, demi sang buah hati, kami pun mengikuti saran
dokter. Di tengah kesibukan suami yang saat itu sering bertugas keluar kota,
kami berusaha untuk mematuhi jadwal.
bersambung ....
No comments:
Post a Comment